Hari ini, tanggal 15 Juli, matahari bersinar sedikit lebih hangat di hatiku, hati seorang ayah yang penuh cinta. Dua puluh tujuh tahun lalu, di hari yang sama, putri pertama lahir dan kelak menjadi denyut nadi saya—Nadya Husna Keumala. Namanya indah, seperti doa panjang yang terucap lirih ketika pertama kali menatap wajah mungil itu. Sejak detik itu, dunia berubah. Ada satu alasan besar untuk saya terus melangkah, meski hidup kadang tak bersahabat dan terasa sungguh berat. Demi cinta dan kasih sayang, roda harus berjalan, dan tak boleh mengeluh.

Seiring waktu, Nadya tumbuh bukan hanya sebagai anak yang baik, tetapi juga cerdas dan pemberani. Sejak kecil, sorot matanya seakan menyimpan tanya tak habis-habis. Pernah suatu kali dia menguji kami, saya dan ibunya, Dia bertanya kemana bulan pada siang hari. Karena kami mengira anak kecil yang bertanya, kami menjawab seadanya. Bulan pergi ketika matahari datang menggantikan. Dia menyela. Tidak, katanya. Bulan ada, tapi karena cahaya matahari lebih kuat, dia tak terlihat, ujarnya.
Ia tidak pernah takut melangkah, bahkan ketika banyak hal tampak tak pasti. Setelah menamatkan SMA di sebuah sekolah agama berasrama, Ia memilih jalan yang tak semua anak berani tempuh. Malaysia menjadi tujuan berikutnya, tempat Ia mengasah mimpi, jauh dari rumah, jauh dari pelukan ayah dan ibu.
Namun Nadya tidak berhenti di sana. Dunia terlalu luas untuk Ia abaikan. Maka ketika kesempatan datang, ia pun melangkah ke tanah Eropa. Limoges, Prancis, menyambutnya dengan udara dingin dan cerita baru. Hanya satu semester, tapi cukup untuk menanam keyakinan: ia mampu menembus batas yang pernah dianggap mustahil. Sayang, waktu pandemi Covid menyerang, dunia terkunci. Dia tak bisa bepergian untuk berkeliling Eropa. Mimpi semu aorang yang berhasil menjejak kaki di sana.
Setiap langkah Nadya adalah doa yang selalu saya kirimkan sebagai ayahnya. Doa yang mungkin tak selalu terdengar oleh telinga, tapi selalu mengetuk langit di setiap sujud panjang. Sebab bagi saya, Nadya bukan sekadar putri pertama—Ia adalah cinta paling besar, cahaya yang menguatkan, alasan untuk percaya bahwa hidup ini layak diperjuangkan.
Hari ini, saya duduk diam menatap layar ponsel. Foto Nadya terpampang di sana, tersenyum hangat seperti dulu. Rindu tiba-tiba mendesak, tapi saya tahu, rindu ini bukan untuk merantai, melainkan untuk melepaskan. Saya hanya ingin berbisik melalui doa:
"Selamat ulang tahun, Nadya Husna Keumala. Semoga langkahmu selalu diberkahi. Jadilah seperti namamu—cantik dalam laku, indah dalam makna. Ayah selalu ada, meski tak selalu di dekatmu. Kamu adalah kebanggaan yang tak pernah pudar."
Di bawah langit yang biru, cinta seorang ayah mengalir tanpa suara, melintasi jarak, menembus waktu—sampai pada hati seorang putri yang menjadi alasan terbesarnya untuk terus hidup.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Anak perempuan memang mereka lebih dekat sama ayah, daripada ibu. Ceritanya bagus, saya sampai terbawa suasana😭
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
bayangkan bagaimana perasaan saya ketika menulis ini @mollymochtar.
btw apa kabar? sy kira sdh gak aktif lagi di sini. ternyata masih ada ya. saleum dari Alue Awe.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Alhamdulillah, haba get.
Lon teu oh pakiban rasa jih, dari kata-kata yang lon baca, meu nyum that. Kamoe ureung ineng leubeh peka dalam hal perasaan. Jadi sep lon teu oh rasa.
Hehe, semangat💪😊
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
nyan hana dawa @mollymochtar kaum hawa memang memiliki indera kepekaan paling tinggi. nyoe pat pss, di JKT atawa di gampong?
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ka digampong lom nyoe, hana lon ikot suami dilee untuk sementara.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit