📚 Fiksi Steemit | Kursi Baru untuk Mengaji
Di sebuah desa kecil yang tenang, tinggal seorang anak laki-laki bernama Arif, berusia 12 tahun. Setiap sore selepas bermain layangan atau membantu ibunya di dapur, Arif selalu pergi ke mushola kecil di ujung kampung. Di sana ia mengaji bersama teman-temannya, dipandu oleh Ustadz Syaifuddin yang sabar dan baik hati.
Namun, sejak sebulan terakhir, Arif mulai merasakan sakit di punggungnya setiap kali duduk lama saat mengaji. Kursi kayu tua yang digunakan sudah goyah dan miring sebelah. Beberapa kali dia hampir jatuh karena kaki kursinya patah satu.
“Kalau duduk begini terus, bisa-bisa aku bungkuk sebelum besar,” keluh Arif dalam hati sambil mengusap punggungnya yang pegal.
Arif sebenarnya ingin bilang pada ustadz, tapi ia tahu bahwa mushola itu hidup dari sumbangan. Kursi baru bukan hal mudah untuk dibeli.
đź’ˇ Impian Diam-Diam
Malam itu, sebelum tidur, Arif berdoa dengan sungguh-sungguh.
“Ya Allah, aku ingin kursi baru. Bukan untuk main game atau duduk malas. Tapi untuk mengaji, agar bisa lebih semangat belajar Al-Qur’an.”
Tak ada yang tahu, bahwa doanya malam itu didengar bukan hanya oleh langit, tapi juga oleh seseorang yang tak disangka-sangka.
📦 Kejutan di Sore Hari
Tiga hari kemudian, saat Arif datang ke mushola, ia tertegun. Di sudut tempat biasanya ia duduk, ada sebuah kursi lipat baru berwarna hijau. Masih dibungkus plastik, dengan sandaran empuk dan dudukan nyaman.
“Untuk siapa ini, Ustadz?” tanya Arif penasaran.
Ustadz Syaifuddin tersenyum.
“Ada orang baik yang menyumbangkan beberapa kursi untuk anak-anak yang rajin. Dan salah satunya memang ditujukan untukmu, Arif.”
Mata Arif membesar. Ia tak menyangka. Siapa yang tahu ia butuh kursi? Siapa yang tahu ia berdoa diam-diam malam itu?
Tak ada yang bisa menjawabnya. Tapi yang pasti, sejak hari itu, Arif semakin rajin mengaji. Kursi itu bukan sekadar tempat duduk, tapi pengingat bahwa doa-doa tulus selalu punya jalan untuk dijawab—bahkan lewat cara yang tak pernah disangka.