Apakabar semuanya...?
Rektor UIN Ar-Raniry Prof DR Mujiburrahman
SAYA kembali ke Kampus UIN Ar-Raniry. Pagi itu, langit pagi baru saja naik sepenggalan. Tapi, aroma kopi sudah lebih dulu memenuhi udara sekitar. Di sisi barat kampus, Warkop Solong Rumoh Aceh tampak lebih ramai dari biasanya. Saya melangkah perlahan ke sana. Saya pikir sudah terlambat hadir.
Di pojok kanan dekat dapur Solong, seorang rekan lama yang juga steemian, duduk di sana. Namanya, Iskandar Norman. Dia sudah tiba duluan. Kami berbincang sebentar soal kondisi terkini. Lalu soal buku yang baru-baru ini dibedah di kampus tersebut. “Hari ini Rektor ngopi sama wartawan di Solong,” katanya, sambil menyesap sanger.
Saya tersenyum dan memutuskan untuk ke sana. Saya pun mengahak dia ikut serta. Di bawah rumoh Aceh, suasana jauh lebih hidup. Arsitektur Rumoh Aceh yang menjadi atap tempat ini menghadirkan nuansa yang akrab, santai, dan hangat. Meja-meja kayu dipenuhi cangkir kopi hitam dan sanger panas.
Tak jauh dari rektor
Di tengah kerumunan, Rektor UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Mujiburrahman, MA, tampak duduk santai, mengenakan batik abu-abu. Ia menyapa setiap orang dengan hangat, tanpa pembatas formal.
“Saya kira, kita sudah bisa memulai acaranya. Ini bincang-bincang santai saja, tidak terlalu formil” katanya ketika membuka diskusi ringan di bawah tiang-tiang kayu Rumoh Aceh itu. “Universitas kita besar karena kebersamaan, dan hari ini saya ingin berbagi cerita bersama rekan-rekan media.”
Awak media
Saya duduk tak jauh dengan rektor, cukup dekat untuk menyimak tapi tak ingin mengganggu alur acara yang mengalir dengan sendirinya. Di sela percakapan, pelayan hilir mudik membawa teh tarik dan kopi robusta khas Solong. Tak ada jeda dalam diskusi, tapi tak juga terasa tegang. Bahkan ketika kritik dilemparkan, suasana tetap hangat. Mungkin karena semua merasa didengar.
Sekitar pukul 11,30 WIB perlahan suasana jumpa media berakhir. Beberapa dosen pamit, rekan-rekan yang lain juga, dan meja-meja mulai kosong. Saya sempat menyapa seorang rekan dosen yang ikut diskusi. Bicaranya tentang tema perdamaian Aceh. Perdamaian yang akan masuk ke usia dua dekade atau 20 tahun.
Bersama Candra Rahmat
Sebelum pergi, saya sempat menyalami Rektor. Setelah itu, langsung berangkat pulang. Sebelum bergerak jauh, seorang panggilan masuk. Kali ini dari @candra8692
seorang steemian produktif yang menjadi idola di Steem Atlas. Namanya selalu berada di papan atas The Atlas Challenge.
Dia mengajak saya untuk bertatap muka. Berbagai informasi dan berbagi pengalaman menulis di Steem Atlas. Kami bertemu di Budi Kopi, Batoh. Hai itu saya berada didua warung, dua percakapan berbeda. Dan saya menyadari, kadang, peristiwa besar tak selalu lahir dari aula megah, tapi dari meja kayu sederhana dan secangkir kopi hangat.
Suasana Budi Kopi
Setelah Zuhur, kami berpisah dan kembali ke aktifitas masing-masing. Terima kasih sudah membaca postingan saya.
Your post has been supported by the TEAM FORESIGHT. We support quality posts, good comments anywhere, and any tags
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit